Umur percintaan menahun bukan berarti bisa terbebas dari perasaan mendua. Mula-mula mungkin terpecah perhatiannya, antara pasangan dan mantan atau orang baru. Di situ memang belum ada interaksi. Baru sebatas memandang dari jauh. Misalnya memantau feed instagram-nya.
Ketika interaksi terjadi, dari feed pindah ke direct massage, lalu bertukar teks lebih sering, bahkan bisa meet-up, di situ lah hubungan percintaan sudah tak lagi penuh komitmen. Artinya, kamu mulai terjebak backburner relationship.
Backburner sebenarnya bukan hal baru, tetapi Niki Zefanya kembali mempopulerkan istilah tersebut pada judul lagunya. Backburner, menurut Jayson Dibble pakar komunikasi di Hope College, merupakan orang-orang dengan hasrat romantis atau seksual belum saling melibatkan diri atau berkomitmen tetapi tetap saling terhubung dengan harapan di hari depan bisa menjalin rasa.

Baca juga: Sama-Sama Masker Wajah, Apa Beda Wash-off Mask dan Sheet Mask?
“Orang-orang punya intensi backburner relationship meski sudah punya komitmen hubungan resmi. Apalagi dengan mantan saat masih berharap menginginkan hubungan lebih jauh di kemudian hari,” tulis Dibble, mengutip psychologytoday.
Ada satu faktor besar mengapa seseorang terjebak backburner di hubungannya. Lumrahnya, ada perasaan takut kehilangan pacarnya dan orang lain entah sekaligus atau salah satunya. Sekilas memang seperti micro-cheating, tapi lebih jauh dari itu.
“Hal itu jadi tanda insecurity, karena orang itu takut pasangannya pergi atau hubungan tidak berhasil,” tulis Surabhi Kedia pada The Pleasant Relationship.
Insecurity memang bisa jadi faktor penentu seseorang terjebak backburner di hubungan. Perasaan takut kehilangan pada kadar tertentu memang menjadi momok. Bahkan tak saja berdampak buruk bagi hubungan, tetapi juga diri sendiri. Parahnya, perasaan takut berlebih itu justru memunculkan perasaan mendua.
“Fenomena backburner relationship tampaknya berkembang pesat—setidaknya di kalangan anak muda. Namun, hal itu tidak menunjukkan bahwa individu dalam hubungan romantis eksklusif akan selalu mengkhianati pasangannya,” tulis Joseph Nowinski, psikolog klinis di Tolland, Connecticut. (*)